Apa itu Taqlid dan Talfiq..?
Pengertian Taqlid
Dalam mendefinisikan taqlid ulama terjadi perbedaan pendapat (khilaf), menurut mayoritas ulama ushul Fiqh,taqlid secara istilah adalah:
قبوا قول الغير بلا حجة
"menerima/mengikuti pendapat orang lain dengan tanpa mengetahui hujjahnya"
Seperti halnya orang awam mengikuti pendapat mujtahid dalam beragama. sedangkan jika perkataan yang diambil merupakan perkataan Rasulullah SAW. atau perkataan ulama yang telah menjadi ijma' (kesepakatan ulama), maka hal tersebut bukan sebuah taqlid. sebab perkataan-perkataan tersebut merupakan hujjah.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa taqlid adalah:
الأخد بقول الغير من غير معرفة دليله
Dalam kitab mausu'ah al-fiqhiyyah al-kuwaitiyyah definisi ini disampaikan oleh beberapa ulama seperti ibnu Qoyyim dan as-Syaukani dalam menetapkan tingkatan ittiba' adalah tingkatan ijtihad serta taqlid. Di mana mereka mengatakan, bahwa ittiba' adalah mengambil pendapat orang lain sembari ia mengetahui dalil yang yang mendasari pendapat ini.
Sehingga ketika ada orang yang melakukan suatu amalan dan merasa bahwa apa yang dia kerjakan ternyata sesuai dan sama dengan apa yang diungkapkan oleh Imam (mujtahid), maka secara otomatis dia adalah orang yang bertaqlid (muqallid). Karena dalam permasalahan ini taqlid tidak disaratkan harus mengucapkan dengan lisan bila dia bertaqlid.
Hukum Taqlid
Sebagaiumat islam wajib menjadikan Al-Quran dan hadis sebagai pedoman utama guna melaksanakan amaliyah sehari-hari, baik yang berkaitan dengan ubudiyyah, muamalah atau munakahah dan lain sebaigainya. Namun, baik Al-Quran atau hadis belum menjelaskan secara rinci terkait kaifiyah-kaifiyah atau konsekuensi apabila syarat dan rukun dari amaliyah tersebut tidak terpenuhi. Dengan demikian, ulama Ahlusunnah Wal Jamaah menjadikan dasar atau sumber hukum dalam agama Islam pada empat hal :
1. Al-Quran
Al-Quran merupakan sumber utama serta berada pada urutan yang pertama sebagai sumber hukum Islam. Karena Al-Quran adalah perkataan Allah dan merupakan petunjuk bagi umat manusia. Oleh karenanya, wajib untuk berpegang kepada Al-Quran. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 02 serta al-Maidah ayat 44-45
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
"Kitab(Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan barang siapa memutuskan hukum yang tidak sesuai dengan apa yang diturunkan Allah, maka meraka adalah golongan orang-orang kafir"
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Dan barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah mereka adalah orang-orang yang dzolim"
Baca Juga : Hadits tentang Air Laut
2. Al-Hadis/Sunnah
Sumber kdeua yang dijadikan rujukan dalam menentukan hukum islam adalah Sunnah Rosululloh SAW. Sebagaimana firman Allah SWT yang tertuang dalam Surat an-Nahl ayat 44, serta surat al-Hasyr ayat 7 :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan kami turunkan kepadamu al-Quran agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya berfikir."
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya."
Kedua dalil di atas semakin membuktikan bahwa keberadaan Nabi Muhammad SAW memang untuk menjelaskan apa-apa yang terkandung dalam al-Quran kepada umat dan juga kedua ayat di atas menunjukkan kedudukan hadis sebagai sumber utama dalam menentukan hukum Islam berada pada urutan kedua, tepat setelah al-Quran.
3. Al-Ijma'
Ijma' adalah sebuah konsensus atau kesepakatan ulama atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena saat nabi Muhammad SAW masih hidup, seluruh persoalan hukum dikembalikan kepada beliau. Adapun dalil yang memperkokoh bahwa Ijma' merupakan salah satu hukum Islam adalah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. A-an-Nisa' ayat 59)
إِنَّ أُمَّتِي لَا تِجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ ,فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلَافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَوَادِ الْأَعْظَمِ
"“sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as-Sawad al-A’dzham”"(HR. Turmudzi)"
4. Al-Qiyas
Qiyas adalah menyamakan sesuatu dengan sesuatu perkara yang sudah ada hukumnya pada nash di dalam hukumnya, karena keduanya mempunyai sisi kesamaan. Adapun dalil yang menjelaskan bahwa qiyas adalah sebagian dari salah satu sumber utama dalam penggalian hukum Islam adalah :
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.(QS. al-Hasyr ayat 2)
عن معاذ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما بعث معاذا إلى اليمن قال له كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟ قال: أقضى بكتاب الله، قال فإن لم تجد في كتاب الله؟ قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا في كتاب الله؟ قال أجتهد رأيي ولا آلو؟ فضرب رسول الله صلّى الله عليه وسلّم صدره وقال: الحمد لله الذي وفّق رسول رسول الله لما يُرضي رسول الله صلى الله عليه وسلم .
Dari sahabat muadz sesnungguhnya Rasululloh SAW. tatkala mengutusnya ke yaman, Rasulullah bersabda: bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu suatu ketentuan? Muadz menjawab: saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah SWT, Rasul bertanya: jika kamu tidak menemukan didalam kitab Allah?, Muad menjawab saya menentukan dengan sunah Rasululllah SAW, kemudian Rasul bertanya: kalau tidak kamu tidak menemukan dalam sunnah Rasulullah SAW?, Muadz menjawab: saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak akan kembali. kemudian Muadz berkata Rasulullah memukul dadanku dengan tangan beliau dan berkata "Segala puji bagi Allah yang telah memberika tufiq kepda rasulullah dengan apa yng Rasulullah meridhoi-nya"
Keempat hal di atas merupakan urutan sumber hukum Islam versi mayoritas ulama. Dan oleh sebab itu, madzhab ahlusunnah wal jamaah lebih mendahulukan dalil-dalil al-Quran dan hadis daripada dalil 'aqli. Sementaraijma' dan qiyas menempati posisi setelah al-Quran dan hadis, dan keduanya digunakan sebagai dalil bila mana dalam al-Quran dan hadis tidak ditemukan terkait hukum yang dicari. Sementara itu, Ulama-ulama yang masyhur mempertahankan konsep penggalian hukum dengan menggunakan empat dasar di atas adalah Imam abu Hanifah, imam Malik bin Anas, imam Syafi'i, imam Ahmad bin Hanbal atau biasa dikenal dengan sebutan madzahib al-Arba'ah. Sayyid abi syatha' menyatakan:"bahwa semua madzahib al-arba'ah itu benar, maka wajib hukumnya bagi setiap orang untuk mengikuti (taqid) kepada salah satu dari madzhab empat tersebut" dengan tujuan agar amaliyah sehari-hari seorang benar-benar sesuai dengan tuntuan syari'at. Mengikuti salah satu dari empat madzhab tersebut diistilahkan oleh mayoritas fuqoha' dengan at-Tamadzhub (berpijak pada salah satu madzhab empat) dan dilarang untuk mengikuti pendapat ulama yang bersumber bukan dari madzhab empat dalam permasalahan fikih baik ubudiyyah, muamalah, munakaha, jinayah dan lain sebagainya, selama tidak ditemukan teks yang secara lengkap menjelaskan terkait syarat dan rukunnya. Arinya, bila masih ada teks di dalam kitab yang menjelaskan tentang suatu permasalahan yang berbeda dengan keputusan dari empat madzhab maka, diperbolehkan. Sebab bila tidak ditemukan teks yang secara lengkap menerangkan tentang permasalahan yang berbeda dengan aturan empat madzhab, dikhawatirkan amaliyah yang dilakukan tidak sesui dengan syariat.
Adapun syarat-syarat taqlid sebagaimana yang disampaikan syekh Amin Al-Kurdi ada 6 yaitu:
- Harus mengetahui terhadap permasalahan yang hendak ia ikuti, berikut mengetahui syarat-syarat dan kewajiban-kewajibannya. Contoh seorang yang bermadzhab Syafi'i bertaqlid pada imam Malik dalam hal menyentuh perempuan tidak merusak wudhu dengan tanpa disengaja nikmat bahkan tidak adanya rasa nikmat. maka taqlid dalam siruasi dan kondisi seperti ini tidak sah sampai ia mengetahui terhadap penjelasan/ibarahnya imam Malik di dalam bab wudhu mulai dari kewajiban-kewajiban wudhu, seperti mengusap semua kepala, dan mengusap, serta kewajiban muwalah (berkesinambungan) dalam wudhu' dll.
- Taqliq dilakukan sebelum melakukan amaliyah (terjadi)
- Tidak mengambil/mengikuti yang mudah mudah saja (gampang)
- Yang ditaqlid adalah ulama mujtahid dan sah walaupun dengan melalui fatwa seperti imam Rafi'i, imam Nawai, imam Romli dan imam ibnu Hajar. Dengan catatan selama ulama tersebut tidak menyatakan/menjelaskan bahwa perkataannya dalam masalah ini adalah lemah sekali.
- Tidak talfiq (mengumpulkan dua pendapat) dan beramal dengan mengambil beberapa pendapat madzhab pada satu amalan (qdhiyah) yang memiliki rukun-rukun dan bagian-bagiannya, sehingga sampai pada suatu amalan yang tidak dikenal oleh siapapun dari pada imam madzhab. tidak dari imam yang dulu dia ikuti madzhabnya ataupun oleh imam barunya yang dia telah berpindah kepadanya. Justru masing-masing imam madzhab tersebut menetapkan batalnya penggabungan dalam amalan ibadah tersebut?
- Hukum orang yang taqlid tidak menjadi rusak sebab keputusan qodli (pemutus hukum) seandainya dia menghukuminya karena perbedaan nash atau ijma' atau sejenisnya.