Berpendidikan
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا الْأَلْبَبِ
Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang- orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar ayat 9)
Pendidikan dapat diartikan dengan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok sebagai usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam hal ini, arah, tujuan, nilai, dan cita-cita pendidikan bisa terwujudkan sesuai perkembangan bangsa itu sendiri.
Tolak ukur negara maju dan berkembang atau bahkan mundur dilihat dari aspek pendidikan. Jika demikian, maka negara yang berhasil mengatur sistem, arah dan tujuan pendidikan ke arah berkemajuan adalah negara maju.
Polemik pendidikan biasanya terjadi pada negara berkembang, variabel sosial-pendidikan yang begitu rumit dan penanganan pen- didikannya masih menjadi pembahasan yang akut dan riskan dalam perkembangannya. Kompleksitasnya, jika kemunduran dan kemandegan sebuah pendidikan justru dialamatkan pada agama dan para penganutnya, tidak lagi pada instansi pemerintah yang menduduki otoritas tertinggi dalam penanganan pendidikan. Semacam pemisahan kewajiban dan tanggungjawab.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan kemunduran dalam hal pendidikan, yang sedikit demi sedikit, mempengaruhi cara pandang dan pola pikir mengenai arti pendidikan yang sebenarnya. Pada akhirnya, orang-orang memandang bahwa pendidikan adalah tuntunan ekonomi, keharusan sosial, dan kultur, bukan keharusan individual dan tuntutan teologis sebagai kewajiban agama.
Begitu juga tujuan dan arah pendidikan yang tidak lagi semurni dahulu. Bukan lagi mengedepankan totalitas (ikhlas). Saat ini, cara instan dan orientasi pragmatis dalam pendidikan begitu dipacukan. Tak ayal pendidikan hanya dijadikan sebagai tren demi meraih status sosial dan kenyamanan hidup. Tidak untuk mempertinggi dan memperkaya moral serta intelektual.
Baca juga : Berkeluarga
Keadaan Pendidikan Zaman Rasulullah saw.
Rasulullah saw. dilahirkan dalam masa yang penuh dengan krisis di berbagai sektor kehidupan. Masyarakat jahiliyah pada waktu itu tidak memiliki kepedulian terhadap moral dan hubungan sosial. Jika bukan bagian dari suku atau kelompok mereka, maka mereka tidak mau memedulikannya. Hal paling dominan yang terjadi ketika masa jahiliah adalah sikut-menyikut antarsuku untuk memperoleh pengakuan sosial sehingga mereka akan menjadi suku terpandang, terhormat, dan ditakuti. Hal itu menjadikan perang antarsuku menjadi suatu keniscayaan bahkan solusi dalam berbagai permasalahan sepele. Gurun pasir dianggap sebagai lahan peperangan yang menjadi manifestasi kondisi mental dan moral yang sangat kronis, sehingga menjadikan Semenanjung Arab menjadi daerah panas dan rawan konflik.
Selain krisis moral yang akut, permasalahan besar yang terjadi pada zaman itu adalah krisis pendidikan. Kebodohan melanda dengan sangat hebatnya. Hingga tidak aneh jika ada seorang ayah mengubur hidup-hidup anak pe- rempuannya hanya gara-gara mitos yang mengatakan bahwa perempuan adalah sumber bencana dan kesialan. Mayoritas masyarakat waktu itu enggan untuk memberi atau mencari pemahaman tentang ilmu. Mereka lebih senang bila anak laki-lakinya menjadi kesatria di medan perang atau di medan begal. Konon, waktu itu hanya ada 17 orang dari suku Quraisy yang bisa membaca dan menulis. Kegiatan belajar-mengajar hanya dilakukan segelintir orang yang melakukannya secara sukarela.
Ketika Islam datang, Jazirah Arab yang kering itu pun berubah. Semenanjung ini ternyata mampu melahirkan bangsa yang beradab serta peradaban yang maju. Dari tanah ini, lahir ribuan tokoh yang bukan hanya memajukan bangsanya, tetapi mampu mengubah dunia. Saat ini, satu dari delapan manusia penduduk dunia adalah penganut agama Islam. Seruan azan berkumandang lima kali dalam sehari di berbagai belahan dunia.
Tidak hanya membangun kerajaan, bangsa Arab juga membangun ke- budayaan yang bertransformasi melalui bahasa mereka yang khas, bahasa Arab. Pada abad pertengahan, selama ratusan tahun bahasa Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan, budaya, dan pemikiran di seluruh dunia yang beradab.
Pada kurun abad ke-9 hingga ke-12, banyak karya lahir dari berbagai disiplin ilmu baik filsafat, kedokteran, sejarah, agama, astronomi, ekonomi, sosiologi, sains, hingga geografi ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Bahkan, ketika Eropa mengalami masa kegelapan yang di dalamnya terdapat kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan, bangsa Arab justru menjadi bangsa yang berpengaruh dan disegani oleh bangsa-bangsa lain dengan kemakmuran rakyatnya hingga kekayaan negerinya.
Siapa yang menyebabkan bangsa ini berubah? Jawabnya, tentu, Nabi kita Rasulullah Muhammad saw. Beliaulah pembaharu dan pembawa gerbong peradaban yang sangat agung. Seorang sosok yang telah mendobrak berbagai tradisi-tradisi jahiliyah yang telah mengakar kuat, untuk kemudian diganti dengan tradisi serta cara berpikir yang kental dengan ruh keislaman. Dari berbagai sektor kebobrokan zaman pada waktu itu, pendidikan adalah hal yang menjadi perhatian khusus Rasul dalam membina bangsa Arab menuju zaman keemasan.
Rasulullah saw. adalah pemimpin yang sangat memperhatikan pendidikan umatnya. Kearifan beliau dalam masalah pendidikan tercermin dalam peristiwa tawanan perang Badar. Dalam perang perdana tersebut, beliau menawan banyak tawanan perang. Dengan kebijaksanaannya, beliau memberi pilihan kepada para tawanan tersebut. Mereka bisa bebas dengan membayar tebusan atau mengajar baca-tulis kepada masyarakat Madinah. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang strategis untuk mempercepat transformasi ilmu di kalangan umat Islam. Karena masyarakat pada masa awal, yang masuk Islam, mayoritas dari kalangan orang-orang miskin, bekas budak, dan golongan lemah lainnya. Mungkin karena faktor ekonomi dan sosial mereka, akses terhadap dunia pendidikan menjadi lemah pula.
Dalam sebuah hadis riwayat Ad-Darimi, disebutkan, suatu ketika Rasulullah melewati dua majelis di dalam masjid. Majelis pertama berisikan para sahabat yang sedang berdoa kepada Allah. Sedang di majelis kedua, para sahabat tengah melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Kata Rasulullah, kedua majelis tersebut bagus, namun yang kedua lah yang lebih utama. Kemudian, Rasulullah duduk di majelis yang sedang mengadakan aktivitas belajar-mengajar.
Sebagaimana perkataan imam Syafi'i yang dikutip dalam syarah Al arba'in Nawawiyah:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Barang siapa menginginkan dunia, maka raihlah dengan ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat, maka raihlah dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya, maka raihlah pula dengan ilmu.
Tak henti-hentinya beliau memberikan motivasi dan nasihat kepada para sahabatnya dalam hal pendidikan. Pendidikan, menurut beliau, tidak terbatasi oleh usia. Selama manusia belum masuk ke liang lahat dan masih mampu melakukan proses pendidikan, maka manusia tersebut masih memiliki tuntutan untuk belajar dan memperdalam ilmunya.
Sebagaimana diriwayatkan,
أطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ
"Carilah ilmu mulai dari ayunan sang bunda sampai ke liang lahat."
Pendidikan dan Kegiatan Belajar Mengajar Rasulullah saw.
Diutusnya Rasulullah saw. tidak hanya sekedar membawa ajaran tauhid warisan para nabi terdahulu. Juga tidak sekedar menyempurnakan akhlak yang beliau ajarkan secara langsung dalam praktik keseharian dan amaliah. Namun, beliau juga diberi amanat untuk menyampaikan wahyu (Risalah Alquran) kepada umatnya, agar umatnya keluar dari belenggu kebodohan dan kegelapan.
Rasulullah saw. diberi sifat fathanah dan tabligh untuk mengemban amanat wahyu sebagai penyempurna misi kenabian. Jika tidak dengan kecerdasan, ketelitian, dan anugerah mulia itu, bagaimana bisa risalah agung dan amanat besar itu diselesaikan hanya dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, tuntas disampaikan kepada para sahabatnya dan diwariskan hingga sekarang. Mestinya pendidikan dan pengajaran Rasulullah saw, dilakukan dengan cara strategis, sistematis, dan metodologis.
Dalam keadaan dan posisi genting pada zaman Jahiliyah seperti itu, Rasulullah saw. berhasil melakukan sebuah gerakan perubahan dalam banyak sektor, terutama pendidikan. Pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw. sangat beragam. Mulai dari pendidikan akidah, akhlak, kekeluargaan, sosial kemasyarakatan, bahkan kenegaraan.
Mengawali pendidikan keilmuan kepada para sahabatnya, Rasulullah saw. memulainya dengan pendidikan keimanan dan moral. Karena, arah dan tujuan pendidikan pada masa itu dilangsungkan demi proyek besar, yaitu ke- langsungan dan kemuliaan Islam. Hal tersebut tidak mungkin terwujud tanpa iman dan akhlak setiap individu kaum muslimin.
Nabi Muhammad saw. adalah guru besar dalam membangun kualitas pendidikan. Sewaktu di Mekah, Rasulullah saw. melakukan pembinaan moral dan spiritual. Sedang di Madinah, Rasulullah saw. melakukan pembinaan di bidang sosial, politik, dan tatanan masyarakat.
Sistem pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw. banyak ragamnya. Ada kalanya dengan sistem halaqah (cara belajar atau mengajar dengan duduk di atas tikar dan posisi melingkar atau berjejer), diskusi, dan dialog interaktif, ceramah, demonstrasi (memperagakan dan mencontohkan), dan membuat perumpamaan. Dengan metode-metode tersebut, terjadilah interaksi dan ko- munikasi yang hangat antara guru dan murid secara lahir maupun batin. Jarak yang dekat antara murid dan guru sangat berpengaruh terhadap hubungan emosional antara keduanya.
Dialog atau tanya jawab secara interaktif juga bermanfaat untuk merangsang pemikiran murid untuk terus berkembang. Sehingga guru tidak hanya me- nyampaikan pengetahuan saja, tetapi juga mendorong anak didik untuk ikut aktif dalam proses belajar mengajar. Dan dari berbagai metode pengajaran Rasulullah saw., yang paling sering dan jelas terlihat adalah metode demonstrasi. Yakni, pengajaran yang dilakukan dengan langsung mencontohkan atas apa yang beliau sampaikan kepada para sahabatnya. Beliaulah orang yang pertama kali melakukan setiap apa yang beliau sampaikan.
Dalam hal pengajaran, Rasulullah saw. melakukannya dengan penuh empati dan kasih sayang. Sehingga, apa yang beliau sampaikan (ilmu dan wahyu) selalu diingat, dipahami, dan diresapi maknanya dalam kehidupan umatnya. Selain itu, beliau adalah sosok penyayang dan penyabar, tidak suka membentak, namun tetap tegas. Beliau memiliki sifat kejujuran yang tinggi serta rendah hati. Karena itu, para sahabat sangat bersemangat dalam mencari ilmu, bersinergi dalam beramal kebajikan, dan berjuang tanpa pamrih.
Beliau selalu jujur dalam menyampaikan ilmu. Apa yang beliau sampaikan adalah kebenaran. Beliau menyampaikan sesuai wahyu; bukan nafsu. Sifat inilah yang seharusnya ditiru oleh para pendidik zaman sekarang. Niat dan tujuan beliau jelas, yakni hanya menginginkan para umatnya berhasil dan sukses dunia akhirat. Beliau tidak pernah memikirkan imbalan atas pengajaran yang diberikan kepada sahabatnya. Beliaulah pejuang pendidikan tanpa pamrih yang sangat layak diberikan penghargaan tertinggi tiada tandingan.
Dalam memaparkan sesuatu Rasulullah saw. menjelaskannya dengan penjelasan yang rasional dan argumentatif, terkadang dengan pengulangan materi, agar tertancap dan menjadi keyakinan serta ideologi para sahabatnya.
Pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw. adalah pendidikan yang sehat. Proses pendidikan yang dilakukan dalam keadaan pikiran jernih, badan bersih, dan hati ikhlas. Sehingga, jiwa para sahabat terilhami ilmu Ilahiyah sebagai fungsi progresif dan mindset terhadap nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Selain metode dan kredibilitas guru dalam mengajar, lebih jauh Rasulullah saw. mengajarkan betapa pentingnya adab serta tata krama dalam proses pendidikan. Baik teladan sebagai guru atau murid, semuanya ada pada diri Rasulullah saw. Di depan para sahabat dan keluarganya, beliau menjadi seorang guru yang yang patut dicontoh. Sedang di depan malaikat Jibril saat penyampaian wahyu, beliau menunjukkan keluhuran akhlak dan etika beliau saat menjadi seorang murid.
Selain adab, Rasulullah saw. juga mengajarkan kepada umatnya bahwa ilmu bukanlah sekedar pengetahuan dan informasi. Ilmu adalah cahaya yang Allah Swt. berikan kepada hamba-Nya yang tekun dan bersih hatinya. Sehingga, perilaku dan prasangka seorang hamba kepada Allah Swt. sangat berpengaruh terhadap keberkahan ilmu yang didapat.
Imam Syafi'l mengatakan bahwa ilmu bukanlah yang dihafal dalam pikiran, namun ilmu adalah yang bermanfaat dalam perbuatan. Sabda Nabi saw.,
مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللَّهِ إِلَّا بُعْدًا (رواه الديلمي)
Siapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah pe- tunjuknya (amal perbuatannya tidak semakin baik), maka ia hanya akan bertambah jauh dari Allah Swt. (HR. Ad Dailamy)
Dalam skala nasional, pendidikan merupakan strategi pembangunan peradaban sebuah bangsa. Sedang dalam skala kecil, pendidikan adalah bekal seseorang di dalam kehidupannya. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, dan keterampilan.
Orientasi dan tujuan pendidikan adalah mengisi nilai spiritual (ruhaniyah), integritas moral (akhlakiyah), dan kepedulian sosial (ijtimaiyah). Sedang visi atau rencana strategis arah pendidikan adalah memberikan pengetahuan dan peradaban yang seluas-luasnya, untuk ekspansi berpikir dan merangsang sisi intelektual, kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) serta psikomotorik (aspek ketrampilan) dari seorang individu manusia.
Pendidikan merupakan proses humanisasi dan pembangunan peradaban manusia, karena itulah para petinggi dan kalangan masyarakat luas mestilah menilik pentinganya pendidikan demi terwujudnya kesadaran manusia dalam perkembangan moral, sosial, dan intelektual. Selain itu, totalitas proses pendidikan harus pula mempertimbangkan dan berusaha menyeimbangkan hubungan manusia dengan tuhannya maupun hubungan antarsesama manusia.
Pendidikan haruslah menjadi posisi penting setiap individu umat Islam, karena seorang mukmin akan terhormat dan dimuliakan karena ilmunya. Hal ini diperlukan kesadaran umat Islam agar terus melakukan kegiatan belajar dan mengajar di mana pun dan kapan pun secara konsisten sampai akhir hayat.