Apa Hukumnya Rebonding Rambut dalam Islam
Rebonding rambut merupakan salah satu metode populer untuk mengubah rambut keriting atau ikal menjadi lurus dan rapi. Metode ini diminati oleh berbagai kalangan, termasuk mereka yang muda maupun yang sudah tua, karena membantu meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri.
Namun, perlu diingat bahwa rebonding rambut memiliki pandangan yang berbeda dalam perspektif agama Islam. Menurut ajaran Islam, praktik rebonding rambut tidak diperbolehkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Alasan utama melarangnya adalah karena terdapat dua aspek yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, yaitu:
- Tadlis: Rebonding rambut dapat dianggap sebagai tindakan yang menipu atau menyembunyikan kondisi asli dari diri seseorang. Dalam Islam, tindakan manipulasi seperti ini dipandang tidak diterima karena mengakibatkan ketidakjujuran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Taghyiru al-khalqi: Melakukan rebonding rambut dianggap sebagai merubah ciptaan Allah. Manusia dianggap sebagai makhluk Allah yang telah diciptakan dengan sempurna, termasuk rambut yang dimiliki setiap individu. Mengubah ciptaan ini dianggap melanggar hak prerogatif Allah sebagai pencipta.
Oleh karena itu, bagi umat Muslim, disarankan untuk menghindari praktik rebonding rambut sebagai bentuk penghormatan terhadap ajaran agama. Sebagai gantinya, ada berbagai cara lain untuk merawat dan mengatur rambut agar tetap terlihat rapi dan menarik tanpa perlu melakukan perubahan radikal seperti rebonding. Dengan mematuhi nilai-nilai agama, seseorang dapat tetap tampil percaya diri tanpa melanggar prinsip-prinsip keyakinan mereka.
sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam salah satu karyanya, dengan mengutip pendapat Imam at-Thabari, yaitu:
قَالَ الطَّبَرِي لَا يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ تَغْيِيْرُ شَيْءٍ مِنْ خِلْقَتِهَا الَّتِي خَلَقَهَا اللهُ عَلَيْهَا بِزِيَادَةٍ أَوْ نَقْصٍ اِلْتِمَاسَ الْحَسَنِ لَا لِلزَّوْجِ وَلَا لِغَيْرِهِ كَمَنْ يَكُوْنُ شَعْرُهَا قَصِيْرًا أَوْ حَقِيْرًا فَتُطَوِّلُهُ أَوْ تُغَزِّرُهُ بِشَعْرِ غَيْرِهَا فَكُلُّ ذَلِكَ دَاخِلٌ فِي النَّهْيِ وَهُوَ مِنْ تَغْيِيْرِ خَلْقِ اللهِ
Imam at-Thabari menyatakan bahwa tidak dibolehkan bagi wanita untuk mengubah sedikit pun dari bentuk asli yang telah Allah ciptakan padanya, baik dengan menambah maupun mengurangi, dengan tujuan memperindah diri, baik untuk suami maupun orang lain. Contohnya adalah seperti wanita yang memiliki rambut pendek atau sedikit, lalu memanjangkannya atau melebatkannya dengan menggunakan rambut orang lain. Semua tindakan tersebut termasuk dalam kategori yang dilarang, karena merupakan bagian dari merubah ciptaan Allah. (Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, Cet. Darul Ma’rifah, juz 10, hal. 377).
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Syekh Fadhil asy-Syabihi, seorang ulama ahli fiqih mazhab Maliki dari Maroko., mengatakan:
لا يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقها بزيادة فيه أو نقص منه، قصدت به التزين لزوج أو غيره لأنها في جميع ذلك مغيرة خلق الله، متعدية على ما نهى عنه
Beberapa ulama telah menjelaskan mengenai larangan mengubah ciptaan Allah dengan cara memodifikasi bentuknya agar terlihat lebih indah dan sempurna, berdasarkan beberapa hadits Rasulullah. Dalam beberapa riwayat, Nabi telah menegaskan larangan tersebut, di antaranya:
لُعِنَتِ الْوَاصِلَةُ وَالْمُسْتَوْصِلَةُ وَالنَّامِصَةُ وَالْمُتَنَمِّصَةُ وَالْوَاشِمَةُ وَالْمُسْتَوْشِمَةُ
"Dilaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, wanita yang mencabut bulu alisnya dan wanita yang meminta dicabutkan bulu alisnya, wanita yang membuat tato dan wanita yang meminta dibuatkan tato." (HR Ibnu Abbas).
لَعَنَ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ مُبْتَغِيَاتٍ لِلْحُسْنِ مُغَيِّرَاتٍ خَلْقَ اللَّهِ
Nabi telah melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang meminta dibuatkan tato, serta wanita yang meminta dicabutkan bulu alisnya untuk mempercantik diri, serta orang yang mengubah ciptaan Allah. Hal ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi.
Namun, Imam al-Qurthubi (wafat 671 H) mengutip pendapat ulama (qil) dalam salah satu karyanya, yang menyatakan bahwa haramnya merubah ciptaan Allah berlaku apabila perubahannya bersifat permanen yang tidak dapat dikembalikan ke bentuk aslinya. Jika perubahan tersebut tidak bersifat permanen, maka hukumnya menjadi diperbolehkan.
قِيْلَ هَذَا الْمَنْهِي عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيْمَا يَكُوْنُ بَاقِيًا لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيْرِ خَلْقِ اللهِ، فَأَمَّا مَا لَا يَكُوْنُ بَاقِيَا فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ. وَكَرَهَهُ مَالِكٌ لِلرِّجَالِ
"Dikatakan, bahwa larangan (merubah ciptaan Allah) itu hanya berlaku apabila perubahannya bersifat permanen, karena hal ini termasuk dalam kategori merubah ciptaan Allah. Namun, jika perubahannya tidak bersifat permanen, sebagian ulama, termasuk kalangan mazhab Malik, membolehkan perbuatan tersebut, sedangkan sebagian ulama kalangan mazhab Malik menganggapnya sebagai makruh bagi laki-laki." (Al-Jami’ li Ahkamil Qur'an, cet. Daru Ilmil Kutub, juz 5, hal. 393).
Kesimpulan
Setelah mempertimbangkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa rebonding rambut tidak diperbolehkan karena dianggap sebagai tindakan yang dapat merubah ciptaan Allah. Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk perubahan yang bersifat permanen, sehingga rebonding rambut dapat diperbolehkan karena perubahan tersebut bersifat tidak permanen.
Baca juga : Bolehkah Uang Kembalian Ditukar dengan Permen?