Sa’id bin Musayyib Seorang Pembawa Hadis Populer pada Masa Tabi’in
"Kemuliaan jiwa seseorang tidak akan terwujud kecuali melalui ketaatan yang ia persembahkan kepada Allah. Dan kehinaan jiwa seseorang tidak akan tercapai kecuali melalui perbuatan maksiat yang ia lakukan."
Kata-kata dari Sa’id bin Musayyib
Nama lengkapnya adalah Sa’id bin Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb, dan gelarnya adalah Abu Muhammad. Dilahirkan pada tahun 15 H, beliau merupakan salah satu tokoh terkemuka di kalangan tabi'in. Sa’id bin Musayyib dikenal sebagai pribadi yang menguasai semangat zuhud, menonjol dalam ibadah, dan memiliki jiwa yang pemberani.
Panggilan 'faqih al-fuqaha' melekat pada Sa’id bin Musayyib, serta ia terkenal sebagai seseorang yang tekun dalam menjalankan ibadah dan puasa. Ia mempertahankan kehadirannya di Masjid Rasulullah selama empat puluh tahun, tidak pernah melewatkan takbir awal dalam shalat. Bahkan, ia tidak pernah melihat punggung orang lain saat shalat, karena selalu berusaha untuk mendirikan shalat di barisan pertama.
Meski memiliki kesempatan untuk menikahi siapa saja karena kelapangan rizkinya, Sa’id bin Musayyib memilih untuk menikahi putri Abu Hurairah. Keputusan ini diambil karena ia menghargai posisi Abu Hurairah di mata Rasulullah dan kedalaman pengetahuannya dalam meriwayatkan hadis serta semangatnya dalam mempelajari hadis dan sunnah Rasulullah.
Baca juga : Kisah Nusaibah binti Ka'ab Radliyallahu Anha
Pengajaran Sa’id bin Musayyib didasarkan pada ajaran dari tokoh-tokoh tabi'in terkemuka, seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, serta mendengarkan hadis dari Utsman, Ali, Shuhaib, dan lainnya. Ia juga meriwayatkan hadis-hadis dari para ulama tabi'in terkemuka, seperti ‘Atha’, Muhammad Al-Baqir, dan Az-Zuhri. Semua hadis yang ia riwayatkan terdapat dalam kitab-kitab hadis utama yang dikenal dengan sebutan "kutub as-sittah".
Ada sebuah cerita yang diceritakan oleh Malik mengenai Sa’id bin Musayyib. Suatu hari, ada seseorang yang datang kepada Sa’id bin Musayyib dan bertanya tentang sebuah hadis. Meskipun sedang sakit dan terbaring di atas ranjang, Sa’id bin Musayyib tetap duduk dan menyampaikan hadis kepada orang tersebut.
Orang tersebut berkata, "Aku tidak ingin mengganggumu dalam keadaan seperti ini." Sa’id bin Musayyib menjawab, "Aku tidak ingin meriwayatkan hadis Rasulullah ketika aku sedang berbaring."
Tentang Sa’id bin Musayyib, orang-orang berkata, "Tidak seorang pun berani bertanya kepadanya tanpa meminta izin terlebih dahulu, sebagaimana orang meminta izin sebelum masuk menghadap seorang penguasa."
Sa’id bin Musayyib wafat di Madinah pada tahun 94 H. Semoga kita dapat mengambil teladan dan mendapatkan berkah dari perjalanan hidupnya.