Hukum Memeliharakan Sapi pada Orang Lain
Deskripsi Masalah
Ada seorang pembeli sapi seharga Rp. 100.000,-, lalu dipeliharakan kepada orang lain dengan perjanjian: kalau nantinya sapi tersebut dijual, maka keuntungannya dibagi antara pemilik sapi dan pemeliharanya. Kalau sapi tersebut betina lalu dalam perjanjian ditetapkan untuk membagi hasil anak sapi tersebut bila sudah berternak. Tetapi apabila pemilik sapi tersebut suatu waktu ingin menjual sapi dalam keadaan belum beranak, bagi hasil tetap dilakukan.
Pertanyaan
a. Hal tersebut termasuk akad apa?
b. Dan hukumnya sah atau tidak?
Jawaban a
a. Apabila yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (riba), maka termasuk qiradh fasid (bagi hasil yang rusak), menurut al-Imam ats-Tsalasah. Apabila yang dimaksudkan adalah menyewa orang dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh fasidah (transaksi ongkos yang rusak), yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos mits! (umum) kepada orang tersebut ('amil). Dasar Pengambilan Hukum
a. Al-Muhadzdzab, Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, I/504:
فَضْلُ: وَلَا يَصِحُ إِلَّا عَلَى الْأَثْمَانِ، وَهِيَ الدَّرَاهِمُ وَالدَّنَانِيْرُ. فَأَمَّا مَا سِوَاهُمَا مِنَ الْعُرُوْضِ وَالْعَقَارِ وَالسَّبَائِكَ وَالْقُلُوسِ، فَلَا يَصِحُ الْقِرَاضُ عَلَيْهَا.
Pasal: Tidak sah qiradh (bagi hasil) kecuali atas atsman (yang bernilai) yaitu, dirham dan dinar. Adapun selain keduanya, seperti benda, tanah, barang produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah qiradh dengannya. b. Al-Mizan al-Kubra, II/88:
وَأَمَّا مَا اخْتَلَفُوا فِيْهِ، فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِي وَأَحْمَدَ: أَنَّهُ لَوْ أَعْطَاهُ سِلْعَةٌ وَقَالَ لَهُ: بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضًا فَهُوَ قِرَاضٌ فَاسِدُ مَعَ قَوْلٍ أَبِي حَنِيفَةَ أَنَّهُ قِرَاضٌ صَحِيحٌ. فَالْأَوَّلُ مُشَدَّدُ وَالثَّانِ مُخَفَّفُ إلخ
Adapun permasalahan yang dipertentangkan, di antaranya pendapat Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad, sesungguhnya apabila seseorang memberikan harta dan berkata kepada penerimanya: "Juallah ini dan hasilnya jadikanlah qiradh", maka itu dinamakan qiradh fasid. Pendapat pertama adalah pendapat berat sedangkan yang ke dua adalah pendapat yang ringan.
Jawaban b
b. Akad tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemelihara tersebut.
Dasar Pengambilan Hukum
a. Al-Iqna' fi Hall Alfazh Abi Syuja', Dar al-Fikr, II/356:
تَتِمَّةُ: لَوْ أَعْطَى شَخْصُ آخَرَ دَابَّةٌ لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا، أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَ الْعَقْدُ لِأَنَّهُ فِي الْأُولَى يُمْكِنُهُ إِيجَارُ الدَّابَّةِ، فَلَا حَاجَةً إِلَى إِيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرُ، وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لَا تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ. وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دُرِّهَا فَفَعَلَ، ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ، وَضَمِنَ الآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدُّرُ. وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعِ فَاسِدٍ. وَلَا يَضْمَنُ الدَّابَّةَ؛ لِأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ. وَإِنْ قَالَ: لِتَعْلِفَهَا بِنِصْفِهَا، فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكمِ الشَّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ اليَصْفِ الْآخَرِ.
(Penyempurna) jika seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain agar dipekerjakan atau dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduanya, maka akad tersebut tidak sah. Karena pada contoh pertama masih mungkin menyewakan hewan, maka tidak ada hajat mendatangkan suatu akad yang mengandung penipuan padanya, dan pada contoh ke dua, hasil dari hewan itu bukan dari pekerjaan orang yang menerimanya. Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah 1⁄2 dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang tersebut, maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas 1⁄2 dari hasil susu perahnya, yang merupakan kadar yang disyaratkan untuknya yang terjadi dengan hukum jual beli yang rusak. Pekerja tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan, karena tidak berbandingan dengan iwadh. Jika pemilik dalam menyerahkan hewan mengatakan untuk dipelihara dengan ongkos separo hasil susunya, lalu dilaksanakan oleh pemelihara, maka separo yang dijanjikan menjadi tanggungannya, karena dihasilkan dengan hukum pembelian yang fasid, bukan separo yang lain. b. Tuhfah al-Habib 'ala Syarh al-Khatib, Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, III/596:
وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لِآخَرَ سَمِّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ نِصْفُهَا أَوْ هَاتَيْنِ عَلَى أَنَّ لَكَ إِحْدَاهُمَا لَمْ يَصِحْ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِي سَمَّنَهُ لِلْمَالِكِ.
Apabila ada orang berkata kepada orang lain: "Gemukkan kambing ini! Kamu saya beri komisi separonya," atau berkata: "Gemukkan dua kambing ini! Kamu saya beri salah satunya," maka tidak sah dan ia berhak mendapat upah standar untuk separo penggemukan yang dilakukannya untuk pemilik.
c. Referensi lain:
1) Nihayah az-Zain, 261.
Baca juga : Hukum Shalat Memakai Baju Hasil Ghasab