Hikayat: Su'udzon pada Mayit
Pada masa Bani Israel, ada seorang ahli maksiat (fasik) meninggal dunia dan masyarakat sekitar tidak mau memandikan dan menguburkan jenazahnya karena ulah buruk yang sering ia lakukan semasa hidupnya. Mereka pun menyeret jenazah orang fasik tersebut dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah.
Kemudian, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa, "Wahai Musa, pada suatu perkampungan ada seseorang yang meninggal dunia dan dibuang di tempat pembuangan sampah. Orang itu adalah salah satu dari wali-Ku (kekasih Allah), tetapi masyarakat sekitarnya tidak mau mengurus kematiannya. Maka, pergilah kamu, kemudian mandikan, kafani, dan salatilah jenazahnya, lalu kuburkanlah."
Setelah menerima wahyu, Nabi Musa segera pergi dan mencari serta menemui masyarakat perkampungan tersebut. Beliau bertanya kepada masyarakat tersebut tentang mayat seorang laki-laki yang dibuang di tempat pembuangan sampah.
Mereka berkata kepada Nabi Musa, "Wahai nabi Allah,) ia adalah laki-laki yang mati dalam keadaan su'ul khatimah sebab sering melakukan maksiat secara terang-terangan semasa hidupnya."
Nabi Musa bertanya, "Di mana tempatnya? Sebab, Allah memberi wahyu kepadaku tentang orang tersebut."
Masyarakat pun mengantarkan pada tempat pembuangan sampah tersebut. Setelah mereka sampai, Nabi Musa bermunajat kepada Allah, "Wahai Tuhanku, Engkau telah memerintahkan hamba mengurusi jenazah orang ini, tetapi masyarakat telah memberikan kesaksian buruk kepadanya. Engkau lebih mengetahui daripada mereka atas kebaikan dan keburukannya.
Baca juga : Al-Mubarak Budak yang Amanah
Lalu, Allah menurunkan wahyu, "Wahai Musa, benar apa yang telah diceritakan masyarakat tentang keburukannya. Tetapi, ia telah memohon pertolongan kepada-Ku dengan 3 perkara saat menjelang kematiannya. Jika semua pelaku dosa meminta kepada-Ku dengan 3 perkara itu, maka Aku akan memberikannya, dan Aku adalah Dzat Maha Pengasih."
Nabi musa bertanya, "Wahai Tuhanku, apa 3 perkara tersebut?"
Allah pun menjawab, "Ketika dekat waktu kematiannya, ia berdoa, Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui tentang diriku. Sungguh, aku telah melakukan banyak maksiat, sedang dalam hatiku membenci dalam melakukannya. Namun, 3 perkara telah menyatu sehingga aku melakukan maksiat. Dan tiga perkara itu adalah hawa nafsu, teman buruk, dan iblis. Maka dari itu, mohon ampuni aku.
Allah melanjutkan, "Kedua, ia berdoa, Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa aku lebih suka bersama dengan orang-orang salih daripada bersama orang fasik. Sehingga, jika aku bertemu dengan dua orang, yakni seorang yang salih dan seorang yang lain pembual, maka aku akan mendahulukan kepentingan orang salih daripada pembual."
Allah melanjutkan lagi, "Ketiga, ia berdoa, Jika Engkau memafkan dan mengampuni dosa-dosaku, maka para kekasih dan para nabi-Mu akan turut senang, sedang setan musuhku dan musuh-Mu akan bersedih karenanya. Tetapi, jika Engkau menyiksaku, maka setan dan kawannya akan senang, sedang para nabi dan kekasih-Mu akan bersedih. Sesungguhnya,) Engkau mengetahui apa yang telah aku ucapkan, maka ampunilah aku dan kasihanilah diriku."
Allah kemudian berkata kepada Nabi Musa, "Kemudian,) Aku mengasihi dan mengampuninya karena sesungguhnya Aku Dzat Yang Maha Pengasih Lagi Maha Pengampun. Maka dari itu, lakukanlah apa yang telah Aku perintahkan."
Kemudian, Nabi Musa bersama masyarakat kampung memandikan, mengkafani, mensalati, serta menguburkannya, dengan harapan mereka semua mendapat ampunan dari Tuhan Pencipta Alam Semesta.
(Al-Ushfuriyah, Ahmad bin Abu Bakar Al 'Ushfuri).
Baca juga : Walau Dicacimaki, Tetap Berbuat Baik