CCTV Dibuat Barang Bukti Menurut Fiqih
CCTV Dibuat Barang Bukti Menurut Fiqih
Pada kasus pembunuhan ketika seorang pendakwa (al-Mudda’i) hendak menuntut terdakwa maka ia harus menyertakan bukti atau lauts (dugaan kebenaran dari pendakwa) dengan cara menyumpahi terdakwa terhadap kasus pembunuhan. Di era modern saat ini, teknologi seakan-akan mampu menggantikan peran manusia, banyak sekali orang-orang yang merasa diuntungkan dengan adanya teknologi. Salah satu contohnya adalah CCTV. Apakah CCTV dapat dijadikan sebagai bukti dalam pengadilan?
Jawaban
Pada dasarnya bukti (bayyinah ) terdiri dari dua orang laki laki, satu orang laki laki ditambah dua orang perempuan, satu orang saksi dan sumpah. Kasus di atas tidak dapat ditemukan dalam literatur klasik. Konsep beberapa orang saksi yang mengungkap sebuah fakta atau kebenaran (bayyinah ) dapat ditemukan dalam literatur kontemporer dikenal dengan istilah, qarinah ”.
Menyinggung persoalan di atas ulama berbeda pendapat:
a. Menurut Syekh Muhammad Az Zuhaili menyatakan, bahwa CCTV tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti (pengungkap sebuah fakta atau kebenaran) dalam kasus pidana hudud, qishos ). CCTV hanya bisa menjadi alat bukti sekunder, itu pun terbatas pada kasus perdata ( muamalah ).
b. Sedangkan menurut Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah berpendapat bahwa CCTV qarinah ) dapat dijadikan bukti dalam berbagai kasus baik perdata maupun
Baca juga : Memukul Anak Nakal
Referensi
تحفة الحبيب على شرح الخطيب
وَشَرْعًا إِخْبَارٌ عَنْ وُجُوبِ حَقِّ عَلَى غَيْرِهِ عِنْدَ حَاكِمٍ، وَالْبَيِّنَاتُ جَمْعُ بَيْنَةٍ وَهُمُ الشُّهُودُ سُمُوا بِذَلِكَ لأَن بِهِمْ يَتَبَيِّنُ الحَقُّ وَالْأَصْلُ فِي ذَلِكَ قَوْله تَعَالَى: {وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ) [النور: ٤٨] وَأَخْبَارٌ كَخَبَرٍ مُسْلِمٍ: " لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادْعَى رِجَالٌ، دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ " وَلَكِنَّ الْيَمِينَ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ: " وَلَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدْعِي وَالْيَمِينَ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ ، وَالَّذِي يَتَعَلَّقُ بِهَذَا الْفَضْلِ خَمْسَةُ أُمُورِ: الدَّعْوَى وَجَوَابُهَا وَالْيَمِينُ وَالْبَيِّنَةُ وَالنُّكُولُ وَتَقَدِّمَ شَرْطُ صِحَةِ الدَّعْوَى فِيمَا قَبْلَ ذَلِكَ وَأَنْ لَهَا سِتَّةَ شُرُوطٍ وَأَمَّا الْأَرْبَعَةُ فَمُدْعَجَةٌ فِي كَلَامِ الْمُصَيِّفِ كَمَا سَتَرَاهُ وَالْمُدْعِي مَنْ خَالَفَ قَوْلُهُ الظَّاهِرَ، وَالْمُدَّعَى عَلَيْهِ مَنْ وَافَقَهُ ۖ فَلَوْ قَالَ الرِّوْجُ وَقَدْ أَسْلَمَ هُوَ وَزَوْجَتُهُ قَبْلَ وَطْءٍ أَسْلَمْنَا مَعًا فَالتِكاحُ بَاقٍ وَقَالَتْ: بَلْ مُرَتِّبًا فَلَا نِكَاحَ فَهُوَ مُدْعٍ وَهِيَ مُدَّعَى عَلَيْهَا
Menurut hukum Islam, itu adalah keterangan tentang kewajiban suatu hak terhadap orang lain dari hakim, dan alat bukti itu jamak dari alat bukti yang nyata, dan mereka adalah saksi, Disebut demikian karena melalui mereka kebenaran menjadi jelas. Dasarnya adalah firman Yang Mahakuasa: Dan apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya, agar (Rasul) memutuskan perkara di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak (untuk datang) (Q.S An-Nur : 48). Dan Hadis riwayat Muslim: “Seandainya manusia diberi sesuai dengan tuntutannya, maka laki-laki akan menuntut darah manusia dan hartanya.” Namun sumpah ada pada tergugat, dan Hadis Riwayat Imam Baihaqi: “Tetapi bukti ada pada penuduh, dan sumpah ada pada orang yang ingkar.” Yang berkenaan dengan bab ini ada lima hal: tuntutan dan jawabannya, sumpah, bukti-bukti, dan sanggahan. diintegrasikan ke dalam pendapat Mushonnif. Penggugat adalah orang yang melanggar pernyataannya, dan tergugat adalah orang yang setuju. Jika sang suami, padahal ia dan isterinya sudah masuk Islam sebelum bersetubuh, berkata: Kami sudah masuk Islam bersama-sama, maka perkawinan itu tetap ada, dan isterinya berkata: Melainkan sudah diatur, maka tidak ada perkawinan, maka ia berpura-pura dan dia berpura-pura.
القرائن لغة : جمع قرينة, وهي الأمر الدال على الشيئ من غير الاستعمال فيه, بل بمجرد المقارنة والمصاحبة, أو هي : أمر يشير إلى المقصود. والقرينة فى الاصطلاح : بمعنى الامارة, وهي : ما يلزم من العلم به الظن بوجود المدلول كالغيم بالنسبة للمطر فإنه يلزم من العلم به الظن بوجود المطر, وكثيرا ما يعبر عنها بالأمارة, والعلامة. والقرائن تتوسع وتتطور من زمان لآخر، وأخذت مداها الواسع في عصرنا الحاضر مع التقدم العلمي والتتطور التقني, كالتحاليل, والبصمات, والصور والتسجيل الصوتي والتسجيل بالصوت والصورة والمكتشفات الحديثة كالبصمة الوراثية, وخريطة الجينات...... وغيرها.
ولا يثبت القصاص أو القتل بسائر القرائن في أمر الدماء, وإزهاق الأنفس, ولأن الخطاء فى العفو خير من الخطاء في العقوبة, أو لقياس الدماء والقصاص على الحدود بالدرء بالشبهات, فلا يثبت القصاص بالقرائن.
Qarinah yaitu perintah yang menunjukkan sesuatu tanpa menggunakannya, melainkan hanya dengan membandingkan dan menyertainya, atau perintah yang menunjukkan apa yang dimaksudkan. Secara Istilah dalam arti suatu tanda, yaitu pengetahuan apa yang mengharuskan adanya keyakinan akan keberadaan yang ditandai, seperti awan dalam hubungannya dengan hujan, pengetahuan yang mengharuskan adanya keyakinan akan adanya hujan, dan hal ini sering diungkapkan dengan tanda, dan tanda.
Bukti terus berkembang dari waktu ke waktu, dan telah mencapai cakupan yang luas di era kita sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknis, seperti analisis, sidik jari, foto, rekaman audio, rekaman audio dan video, dan penemuan-penemuan modern seperti sidik jari genetik, pemetaan gen dan lain-lain.
Pembalasan atau pembunuhan tidak dibuktikan dengan semua bukti lain dalam hal pertumpahan darah dan pembunuhan, dan karena kesalahan memaafkan lebih baik daripada kesalahan dalam hukuman, atau mengukur pertumpahan darah dan pembalasan dalam kaitannya dengan hukuman dengan menghindari kecurigaan, maka pembalasan tidak dibuktikan dengan bukti.
التشريع الجنائي الإسلامي
اما اقلية الفقهاء فيرون الأخذ بالقرائن في اثبات الجرائم مع الاعتدال ومن هؤلاء ابن القيم فانه يرى ان الحاكم اذا اهمل الحكم بالقرائن اضاع حقا كثيرا واقام باطلا كبيرا وانه ان توسّع وجعل معوله عليها دون الاوضاع الشرعية وقع في انواع من الظلم والفسد
Adapun sebagian kecil ahli hukum berpendapat bahwa dalam pembuktian kejahatan hendaknya alat bukti digunakan secara moderat, dan salah satunya adalah Ibnu al-Qayyim. Ia berpendapat bahwa jika penguasa lalai dalam mengadili berdasarkan alat bukti, maka ia akan kehilangan hak dan hak yang besar. mendirikan kepalsuan besar, dan jika ia memperluas dan mengandalkannya tanpa syarat hukum, ia terjerumus ke dalam berbagai jenis ketidakadilan dan korupsi.