Al-A’raf Ayat 31 : Larangan Berlebihan Makan
Islam sangat peduli terhadap setiap aspek kehidupan seorang Muslim, termasuk perhatian khusus terhadap pola makan. Lebih dari sekadar memerintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik, Islam bahkan mengajarkan agar setiap Muslim menjaga proporsi makanannya dan menghindari pemborosan (israf). Allah Berfirman,
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf ayat 31).
Lafaz israf sering disebutkan dalam Al-Qur'an beserta derivasinya, dan esensinya selalu mengacu pada perilaku yang dianggap melampaui batas. Ali al-Shabuni dalam Shafwat at-Tafasir menjelaskan bahwa larangan terhadap israf, seperti yang terdapat dalam ayat di atas, mengingatkan untuk tidak berlebihan dalam menggunakan pakaian, makanan, dan minuman karena hal itu dapat merugikan tubuh dan harta.
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, menyatakan bahwa setengah ayat ini mencakup seluruh pengetahuan kedokteran, dengan merujuk pada Imam Bukhari yang mengutip Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa pesan tersebut adalah untuk menikmati makanan dan berpakaian sesuai keinginan, asalkan menghindari dua hal: berlebihan dan kesombongan.
Ibnu 'Asyur, dalam tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir, menjelaskan bahwa ayat tersebut mengandung prinsip menjaga kesehatan melalui pengaturan pola makan, dan larangan terhadap israf bukanlah larangan mutlak, melainkan sebagai anjuran. Menurutnya, ukuran berlebihan harus dinilai berdasarkan kebaikan bagi setiap individu, dengan merujuk pada keseimbangan sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat 29.
قُلْ اَمَرَ رَبِّيْ بِالْقِسْطِۗ ….
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku memerintahku untuk berlaku adil.”
Larangan berlebihan dalam makan
Ayat di atas diperkuat oleh sebuah hadis yang disampaikan oleh Anas Malik ra. Rasulullah saw menyatakan, "Salah satu tanda berlebihan (al-isrāf) adalah ketika Anda makan sesuai dengan keinginan Anda." (HR. Ibnu Majah, 3345).
Hadis lainnya mengenai perut sebagai tempat yang buruk, Rasulullah menyampaikan, "Tidak ada wadah yang lebih buruk bagi anak Adam daripada perut. Cukuplah bagi anak Adam untuk mengonsumsi beberapa suapan agar punggungnya tetap tegak. Jika perlu, hendaknya sepertiga perut diisi dengan makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas." (HR. Ibnu Majah, 3349).
Ibnu Rajab mengutip Ibnu Masawaih yang menyatakan, "Jika kaum Muslimin mengamalkan ajaran dalam hadis ini, mereka akan terhindar dari berbagai penyakit, dan rumah sakit serta apotek akan menjadi tidak terpakai." Dalam Jami'ul 'Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab juga mengutip beberapa ahli yang menyatakan, "Akar dari berbagai penyakit adalah perut yang selalu terisi penuh." Dengan kata lain, kesehatan dapat dikaitkan dengan pengelolaan bijak terhadap perut. Oleh karena itu, Rasulullah menyebut perut sebagai tempat yang buruk jika tidak dikelola dengan bijak.
Kesimpulannya
Anjuran untuk tidak berlebihan dalam makan memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan, dan hikmah-hikmah tersebut sangat relevan. Konsumsi makanan yang berlebihan tidak hanya berisiko menyebabkan obesitas, tetapi juga dapat menjadi pemicu berbagai penyakit. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kekenyangan dapat membuat tubuh menjadi berat, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan, menyebabkan sering tidur, dan melemahkan kemampuan untuk beribadah (Siyar A’lam An-Nubala, 8/248).
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Ibnu Rajab, yang menyatakan bahwa mengurangi jumlah makan atau meninggalkan makan berlebihan akan memperlembut hati, memperkuat pemahaman, menenangkan jiwa, menahan hawa nafsu yang buruk, dan mengendalikan kemarahan (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2/469).
Jika makanan dianggap sebagai ibadah bagi seorang Muslim, maka perilaku israf dapat merusak nilai pahala tersebut karena kekenyangan berpotensi mengalihkan perhatian dari ibadah. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai hikmah yang telah dijelaskan, penting bagi seorang Muslim untuk memperhatikan kadar makanannya agar dapat menghindari perilaku israf.
Baca juga: Tanggung Jawab dan Tantangan dalam Profesi Hakim Menurut Ajaran Islam