Hukum Autopsi pada Jenazah dalam Islam
Melakukan hal-hal yang berakibat menyakiti mayyit hukumnya dilarang atau tidak diperbolehkan. Dalam ilmu forensik terdapat istilah Autopsi yakni melakukan pembedahan terhadap jenazah dengan tujuan-tujuan tertentu. Bagaimana hukum melakukan otopsi untuk dijadikan sebagai bukti kebenaran dalam menyelesaikan suatu kasus di pengadilan?
Secara garis besar, Islam mengajarkan penganutnya agar saling menjaga martabat dan kemorhmatan manusia baik secara dzohir mapun batin. Hal ini termasuk Maqashid AsSyari’ah yang salah satunnya hifdzun nafs (menjaga diri).
Seiring berjalannya waktu, banyak insiden (kejadian) yang sering terjadi bagi mayit/jenazah untuk dibedah tubuhnya dengan tujuan tertentu. Kasus seeperti ini sering dilakukan oleh tim medis, dokter spesial dan orang yang ahli dalam tersebut. Lalu bagaimmana presfektif fiqh dalam menanggapi hal ini? Berikut penjelasannya.
Bedah mayit (otopsi) diperbolehkan jika diperlukan atau dalam kondisi darurat. Sebabsebab diperbolehkannya sebagai berikut:
- Ada kecurigaan dalam kasus pembunuhan.
- Bertujuan untuk mendapat kesimpulan yang valid terkait dengan pidana pembunuhan.
- Bertujuan untuk kepentingan bukti hukum diperadilan, ketika bukti yang lain lemah.
- Mendapat persetujuan ahli waris.
- Otopsi dilakukan dokter yang ahli/professional.
- Mendapat izin dari qadhi syar’i.
- Mayit sudah nyata-nyata telah mati
الفقه الإسلامى الجزء الثالث ص: 521-522 دار الفكر
وأجاز الشافعية شق بطن الميتة لإخراج ولدها وشق بطن الميت لإخراج مال منه كما أجاز الحنفية كالشافعية شق بطن الميت في حال ابتلاعه مال غيره إذا لم تكن له تركة يدفع منها ولم يضمن عنه أحد وأجاز المالكية أيضا شق بطن الميت إذا ابتلع قبل موته مالا له أو لغيره إذا كان كثيرا هو قدر نصاب الزكاة فى حالة ابتلاعه الخوف عليه أو لعذر أما إذا ابتلعه بقصد حرمان الوارث مثلا فيشق بطنه ولو قل وبناء على هذه اللآراء المبيحة: يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لأغراض طبية أو لمعرفة سبب الوفاة وإثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لأغراض جنائية إذا توقف عليها الوصول في أمر الجناية للأدلة الدالة على وجوب العدل في الأحكام حتى لا يظلم بربئ ولا يفلت من العقاب مجرم أثيم كذلك يجوز تشريح جثث الحيوان للتعليم لأن المصلحة في التعليم تتجاوز إحساسها بالألم وعلى كل حال ينبغي عدم التوسع في التشريح لمعرفة وظائف الأعضاء وتحقيق الجناية والإقتصار على قدر الضرورة أو الحاجة وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالحياطة ونهوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة كما يجوز نقل بعض أعضاء الإنسان لأخر كالقلب والعين إذا تأكد الطبيب المسلم الثقة العدل موت المنقول عنه لأن الحي أفضل من الميت وتوفير البصر أول الحياة لإنسان نعمة عظمى مطلوبة شرعا
Imam Syafi’i memperbolehkan membelah perut jenazah/mayit (pr) untuk mengeluarkan anaknya dan membelah perut jenazah laki-laki untuk mengeluarkan harta darinya. Sebagaimana imam Hanafi memperbolehkan membelah perut jenazah ketika ia menelan harta orang lain apabila ia (mayit) tidak memiliki peninggalan yang dapat diberikan darinya dan tidak ada seorangpun yang dapat menjaminnya. Begitu juga imam Maliki memperbolehkan membelah perut jenazah apabila sebelum matinya ia menelan harta milik dirinya atau orang lain jika berjumlah besar. Ukuran harta banyak seukuran satu nishab zakat dalam kondisi menelan sesuatu dengan alasan karena kekhawatiran atasnya atau karena uzur. Adapun kebolehan ketika ia menelan sesuatu dengan tujuan pencabutan hak milik ahli waris misalnya, maka perutnya cukup dibelah walaupun sedikit. Senada dengan pendapat yang memperbolehkan ini: hukumnya boleh membedah (otopsi) dalam kondisi darurat atau adanya kebutuhan dengan tujuan belajar dengan maksud medis (berkaitan dengan ilmu kedokteran) atau untuk mengetahaui faktor kematian seseorang dan sebagai bukti kejahatan pidana atas tuduhan pembunuhan. Adapun contoh yang serupa yaitu (otopsi) kerena tujuan perkara kriminal jika ia tidak lagi memiliki akses dalam perkara pidana untuk bukti yang menunjukkan bahwa keadilan harus ditegakkan dalam hukum, sehingga orang bebas (tuduhan) tidak teraniaya dan pelaku kejahatan tidak bebas dari hukumannya. Begitu juga boleh membedah tubuh hewan untuk tujuan ta’lim (belajar), karena kemaslahatan dalam belajar melampaui perasaan hewan terhadap rasa sakitnya. Dalam setiap kondisi, hendaknya tidak memperlama dalam membedah untuk mengetahui tentang fungsi organ tubuh dan penyelidikan kejahatan pidana, hendaknya mempercepat/meringkas sesuai kadar darurat atau kebutuhan, hendaknya menjaga kehormatan jenazah, memulyakannya dengan debu, menutupnya, mengumpulkan bagianbagiannya, mengkafaninya, mengembalikan tubuh mayit pada posisinya dengan kehatihatian, dan semacamnya setelah tujuan dari penyelidikan yang diinginkan tercapai, sebagaimanahalnya boleh untuk memindahkan beberapa organ manusia ke organ tubuh orang lain, seperti jantung dan mata, jika dokter muslim yang dipercaya dan adil dapat memastikan atas kematian orang yang dipindahkan karena hidup lebih utama dari pada mati, memastikan penglihatan dalam mengawali kehidupan merupakan nikmat agung yang dituntut syari’at.
الفقه الإسلامى ج 3 ص: 522
وعلى كل حال ينبغي عدم توسع في التشريح لمعرفة وظائف الاعضاء وتحقيق الجنايات والاقتصار على قدر الضرورة او الحاجة وتوفير حرمة الانسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع اجزاءه وتكفينه واعادة جثمان لحالته بالحياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة
Dalam setiap kondisi, hendaknya tidak memperlama dalam membedah untuk mengetahui tentang fungsi organ tubuh dan penyelidikan kejahatan pidana, hendaknya mempercepat/meringkas sesuai kadar darurat atau kebutuhan, hendaknya menjaga kehormatan jenazah, memulyakannya dengan debu, menutupnya, mengumpulkan bagianbagiannya, mengkafaninya, mengembalikan tubuh mayit pada posisinya dengan kehatihatian, dan semacamnya setelah tujuan dari penyelidikan yang diinginkan tercapai.
فقه النوازل ج 2 ص 46-47
وهذا الجواز عيد من قال به فى ضوء الشروط الآتية (1) أن يكون في الجناية متهم (2) ان يكون علم التشريح لكشف الجريمة بلغ الى درجة تفيد نتيج الدليل كشأن اكتشاف تزوير التوقيعات والخطوط (3 قيام الضرورة للتشريح بان تكون ادلة الجناية ضعيفة لا تقوى على الحكم بتقدير القاضى (4) ان يمكون حق الوارث قائما لم يسقطه 5) ان يكون التشريح بواسطة طبيب ماهر (6) اذن القاضي الشرعي (7) التأكيد من موت من يراد تشريحه لكشف جريمة الموت المعتبر شرعا.
Kebolehan otopsi harus memenuhi sayarat berikut ini:
- aAda kecurigaan dalam kasus pembunuhan.
- Bertujuan untuk mendapat kesimpulan yang valid terkait dengan pidana pembunuhan.
- Bertujuan untuk kepentingan bukti hukum diperadilan, ketika bukti yang lain lemah.
- Mendapat persetujuan ahli waris.
- Otopsi dilakukan dokter yang ahli/professional.
- Mendapat izin dari qadhi syar’i.
- Mayit sudah nyata-nyata telah mati