Mim dan Nun Bertasydid
NDEREKNGAJI - Mim dan Nun yang memiliki tasydid harus dibaca dengan hukum Ghunnah, yang berarti diucapkan dengan merendahkan suara selama dua harakat atau dua ketukan. Ghunnah, dalam konteks ini, merujuk pada pengucapan Mim dan Nun yang memiliki tasydid. Hukum Ghunnah memiliki makna secara linguistik sebagai "suara di pangkal hidung" atau "shautun fi al-Khaysyum".
Menurut al-Shadiq Qamhawi dalam al-Burhan fi Tajwid al-Quran, Ghunnah adalah suara dengung yang terbentuk dalam huruf Nun dan Mim dan tetap ada pada keduanya.
Dalam kitab Tuhfat al-Athfal:
وغن نونا ثم ميما شددا # و سم كلا حرف غنة بدا
Dijelaskan bahwa Ghunnah melibatkan pengucapan Nun dan Mim yang bertasydid dengan memperlihatkan dan menamainya sebagai huruf Ghunnah.
Dalam konteks pembacaan Ghunnah, Qamhawi merinci tingkatan kesempurnaan. Cara paling sempurna adalah membacanya dengan mendengung di pangkal hidung, diikuti oleh Idgham, kemudian Ikhfa, lalu Idhar Sukun (dibaca jelas), dan terakhir, bacaan sebagai huruf berharakat saja jika belum mampu.
Hukum Ghunnah dalam al-Qur'an melibatkan Tasydid dan Idgham. Tingkatan ini dirancang untuk memudahkan pembaca baru al-Qur'an, sehingga dianjurkan untuk terus berusaha melewati tingkatan tersebut hingga dapat membaca dengan baik.
Berikut beberapa contoh bacaan Hukum Ghunnah dalam al-Qur'an pada ayat yang ditebalkan:
1. Surat Al-Baqarah ayat 157:
"Ulaa’ika ‘alaihim shalawaatum mirrabihim"
2. Surat Al-Baqarah ayat 5:
"ula'ika ‘ala hudam mir rabbihim"