Islam dan Pembelaannya terhadap Hak Budak
Perlakuan Islam terhadap budak bukan sekadar narasi ideal tanpa dasar. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang secara eksplisit menyerukan kebaikan dan keadilan dalam memperlakukan budak. Untuk memahami kedalaman nilai-nilai Islam terkait hal ini, kita harus memandangnya dari sudut historis—yakni pada masa ketika perbudakan masih menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur sosial masyarakat.
Pada masa turunnya wahyu, perbudakan adalah sistem sosial yang sudah mengakar dan dianggap lumrah. Perlakuan manusiawi terhadap budak merupakan hal yang asing dan bahkan dipandang tabu. Namun, Islam justru hadir membawa pendekatan revolusioner, salah satunya melalui ayat dalam Surah Al-Balad berikut:
"Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki dan sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (Yaitu) melepaskan perbudakan." (QS. Al-Balad: 11–13)
Tafsir QS. Al-Balad: 11–13 tentang Pembebasan Budak
Menurut Tafsir Jami’ al-Bayan karya al-Thabari, makna "aqabah" dalam ayat tersebut dipahami sebagai ujian atau tantangan berat. Misalnya, Al-Hasan menafsirkannya sebagai bukit di neraka, sementara Qatadah menyebutnya sebagai kesulitan besar. Islam memosisikan pembebasan budak sebagai salah satu tindakan agung yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab tersebut.
Dalam riwayat dari Al-Hasan yang dikutip al-Thabari, disebutkan bahwa:
“Tidak ada seorang Muslim yang membebaskan budak Muslim kecuali pembebasan itu menjadi tebusannya dari neraka.”
Sementara itu, Fakhr al-Din al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menyoroti makna kata al-fakk sebagai “memisahkan dua hal yang melekat”—seperti melepaskan rantai. Artinya, memerdekakan budak adalah membebaskannya dari perbudakan menuju kebebasan sejati. Bahkan menurut al-Razi, tindakan ini melambangkan pembebasan jiwa dari belenggu hawa nafsu menuju surga.
Dalam Tafsir Ibn Katsir, keutamaan membebaskan budak juga ditegaskan melalui berbagai hadis, yang meskipun berbeda redaksi, menyampaikan pesan serupa: pahala besar bagi siapa saja yang memerdekakan budak.
Penutup: Islam dan Kesetaraan Hak Asasi Manusia
Praktik perbudakan telah berlangsung selama berabad-abad dan menjadikan manusia sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Dalam kondisi sosial seperti itu, gagasan untuk memanusiakan bahkan membebaskan budak adalah sesuatu yang luar biasa. Islam hadir membawa terobosan nilai, memperlakukan budak dengan kasih sayang dan kemanusiaan.
Islam memandang bahwa setiap manusia, apapun latar belakangnya, memiliki hak yang sama untuk dihargai dan diperlakukan adil. Seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat: 13, ukuran kemuliaan seseorang bukanlah ras, status sosial, atau bahasa, melainkan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Muhammad Syahrur, seorang pemikir kontemporer, menyebut bahwa Islam telah melakukan “lompatan peradaban” melalui konsep pembebasan budak. Ajaran ini menjadi dasar penting dalam perjalanan sejarah menuju keadilan sosial dan kesetaraan hak asasi manusia.
0Komentar